Selasa, 18 Desember 2012

Unsur Religius Serat Kalatidha



I.                   PENDAHULUAN
Sejarah perkembangan sastra Jawa memang sungguh panjang. Sastra Jawa mempunyai segudang pengalaman yang perlu diungkap dicari mutiara-mutiaranya untuk dimanfaatkan. Sastra Jawa sungguh mempunyai penyuguhan sejumlah besar karya pustaka yang patut diminati dan dikaji supaya hasilnya dapat disumbangkan untuk pembangunan bangsa dan Negara tercinta.
Pada jaman Hindu-Budha sastra Jawa kebanjiran kata-kata bahasa Sansekerta, cerita-cerita Hindu dan pustaka agama Hindu dan Budha, pada jaman Ialam Demak Bintara bahasa Jawa jadi bertambah kaya lagi dengan masuknya istilah-istilah bahasa Arab dan cerita-cerita yang pernah terjadi di tanah suci Ngarbi dan panutan-panutan agama Rasul.
Pada pusat-pusat pemerintahan, pengaruh islam diolah dan dilumat dengan bekal keyakinan yang telah dimiliki, yaitu Jawa-Hindu-Budha yang telah mempribadi. Pengetahuan Islam yang dimiliki oleh masyarakat Jawa baru kulitnya saja. Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari masih tetap menalurikan adat tatacara Jawa yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya.
Pandangan hidup yang demikian itulah yang memantul dalam sebagian besar hasil karya sastra Jawa yang digubahnya. Wawasan hidup masyarakat Jawa mengarah pada sikap keterikatan manusia terhadap Hyang Tunggal yang dialami sebagian sumber ketentraman dan kebahagiaan. Ini adalah salah satu cirri yang mendasar yang nampak dalam hasil karyasastra yang diciptakan.
Dalam makalah ini, mencoba memberikan sebuah pembahasan sederhana dari serat Kalatidha karya R. Ng. Ranggawarsita dan serat Wulangreh hasil karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV yang berkaitan dengan nilai-nilai keagamaan.

II.                PEMBAHASAN
A.    Serat Kalatidha Buah Karya R. Ng. Ranggawarsita
R. Ng. Ranggawarsita, pujangga terakhir keraton Surakarta Adiningrat yang berkaitan jelas dengan keyakinan sang pujangga terhadap kekuasaan Yang Maha Kuasa. Dalan karya Ranggawarsita yang berjudul Serat Kalatidha, hubungan antar manusia digambarkan sebagai sesuatu yang harus senantiasa dijaga walaupun keadaan di tengah kehidupan tidak menunjukan hal-hal yang mengenakan.
Ajaran R. Ng. Ranggawarsita dalam karyanya tersebut tidak hanya ditunjukan kepada masyarakat awam, tetapi juga kepada para pejabat. Adapun kutipan dari serat Kalitadha adalah sebagai berikut :

9.        Beda lan wus santosa
Kinarilan ing Hyang Widdhi
Satiba malanganeya
Tan usah ngupaya kasil
Mangunahing pra mukmin
Pangeran paring pitulung
Marga sasamining titah
Rumangsa barang pakolih
Parandene maksih taberi ikhtiyar
(serat Kalatidha, bait ke-9)[1]

Berbeda dengan (manusia) yang sudah teguh (beriman)
Diizinkan oleh tuhan
Ketika mendapat kemalangan
Tidak pernah sulit mendapat penghasilan
Berkat harapannya
Tuhan selalu memberi pertolongan
Karena sebagai manusia
Semua yag diharapkan
Masih tetap harus tekun berikhtiar

Dalam kutipan serat diatas, terlihat jelas pengaruh Islam yang mengharuskan kita untuk berikhtiar kepada Allah dalam keadaan apapun juga. Karena dengan berikhtiar, manusia menunjukan bahwa masih adanya semangat untuk hidup. Karena Allah akan selalu memberikan pertolongan kepada manusia yang selalu beriman kepada-Nya, memohon kepadanya dan tetap berusaha untuk mengubah takdirnya sendiri.

Seperti yang di jelaskan dalam al-qur’an surat Ar-Ra’du ayat 11 yang berbunyi :
ان الله لايعير مابقوم حتى يفيروامابانفسهم (اررعد : اا)
Yang artinya :
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”

11.    Ya Allah ya Rasulullah
Kang sipat murah lan asih
Mugi-mugi aparinga
Pitulung ingkang martini
Ing alam awal akhir
Dumunung ing gesang ulun
Mangkya sampun awredha
Ingwekasan kadi pundi
Mila mugi wonten pitulung Tuwan
(serat Kalatidha, bait ke-11)[2]

Ya Allah ya Rasulullah
Yang memiliki sifat murah dan asih
Semoga memberi
Memberi pertolongan yang luas
Di alam awal dan akhir
Keberadaan hidupku
Sekarang sudah tua
Di akhir bagaimana
Semoga selalu ada pertolonganMu

Dalam serat tersebut R. Ng. Ranggawarsita menjelaskan bahwa orang yang senantiasa dapat besabar akan menjauhi masalah selama hidupnya, sehingga ia akan memperoleh ketentraman. Raden Ngabeni Ranggawarsita menyarankan agar manusia selalu berdoa agar segala penghalang yang merintang hidupnya dapat terjauhkan.[3]
Dalam serat di atas juga dapat dilihat bahwa sesungguhnya Allah dan Rasulullah mempunyai sifat pengasih dan penyayang. Hal ini Nampak pada surat al-baqarah ayat 5 yang berbunyi :
اياك نعبدؤاياك نستعين (البقره : ه)
Yang artinya :
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engakulah kami memohon pertolongan.”[4]
Oleh karena itu hendaklah manusia selalu meminta pertolongan kepada-Nya. Selain itu pernyataan di atas di kuatkan dengan serat Sabdajati bait 10 yang berbunyi :
Anuhoning kabeh kang duwe
Panuwun,
Yen temen-temen sayekti
Allah aparing pitulung
Nora kurang sandhang bukti
Saciptanira kelakon
(serat Sabdajati bait 10)[5]

(Tuhan) mengabulkan semua yang punya
Permohonan
Bila sungguh-sungguh doanya
Allah memberikan pertolongan
Agar tak kurang sandang pangan
Segala harapan tentu terlaksana.



B.     Serat Wulang Reh ciptaan Sri Susuhunan Pakubuwana IV
Serat Wulangreh merupakan serat hasil karya yang mulia Kanjeng Susuhanan Pakubuwana IV di Surakarta. Wulangreh, yan artinya pelajaran (= wulang) tentang tingkah laku (= reh). Tingkah laku dalam hal pergaulan, menghadapi raja atau melaksanakan tugas di Istana,  tingkah laku hidup di dunia, tingkah laku putra raja terhadap bawahannya.
Uraian di atas Sri Susuhanan menyampaikan petuah yang mengandung unsure religi. Dalam serat ini terlihat jelas bahwa Sri Susuhanan yakin akan kekuasaan Yang Maha Esa. Dengan tegas menunjuk bahwa peraturan tentang hidup dan kehidupan manusia di dunia ini terdapat benar-benar di Al-qur’an.
Semua itu dapat terlihat dalam Pupuh I, Dhandhanggula pada bait 3 yang berbunyi :

3.      Jroning Kur’an nggoning rasa yekti
Nanging ta pilih ingkang uninga
Kajaba lawan tuduhe
Nora kena den awur
Ing satemah nora pinganggih
Mundhak katalanjukan
Tedah sasar susur
Yen sira ayun waskitha
Sampurnane ing badanira puniku
Sira anggugurua[6]

Dalam Qur’an tempat rasa yang benar
Tapi pilihan yang kau ketahui
Kecuali dengan petunjuknya
Tak boleh diacak
Yang akhirnya tidak ditemukan
Akhirnya terlanjur
Petunjuknya kacau-balau
Bila kau ingin tahu
Kesempurnaan diri ini
Maka kau bergurulah

 Dalam kutipan serat di atas dapat ditafsirkan bahwa kesempurnaan hidup agar diupayakan dengan sungguh-sungguh. Ajaran kesempurnaan dapat digali dari Qur’an.  Pernyataan bahwa qur’an meupakan sumber “ilmu sejati” terdapat pula dalam suluk Seh Amongraga (bait 7, pupuh IV, Gambuh) yang berbunyi :[7]
Dene sejatinipun
Ngelmu tanpa papan tulis iku
Iya qur’an lan kitab-kitab sayekti

Adapun sesungguhnya
ilmu tanpa papan tulis itu
ya qur’an dan kitab-kitab suci

Dijelaskan oleh Seh Amongraga, bahwa yang dimaksud dengan ilmu sejati tanpa tempat dan alat tulis adalah qur’an dan kitab-kitabnya. 
Dalam serat Wulangreh juga di jelaskan bahwa dalam pemahaman qur’an itu akan lebih tepat apabila mendapat bantuan guru yang sudah berstatus sepagai petapa sejati yang sudah tidak berminat pada masalah kebendaan.  Seperti pada kutipan serat di bawah ini :
Nanging yen sira nggeguru kaki
Amiliha manungsa kang nyata
Ingkang becik martabate
Sarta kang wruh ing kukum
Kang ngibadah lan kang wirangi
Sokur oleh wong tapa
Ingkang wus amungkal
Tan mikir pawewehing lyan
Iku pantes sira guronana kaki
Sartane kawruhana
(serat Wulangreh bait 4)

Tapi bila kau berguru nak
Pilihlah orang yang berilmu tinggi
Dan orang tahu hukum
Yang beribadah yang suci hati
Syukur dapat bertapa
Yang sudah taat betul
Tak memikir pemberian orang
Itu pantaslah engkau gurui nak
Serta ketahuilah

Ungkapan-ungkapan di atas berkaitan dengan empat tataran, yakni syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat berkenaan dengan ilmu kesempurnaan.

III.             KESIMPULAN
·         Serat Kalatidha berisi tentang akhlak, dalam serat ini R. Ng. Ranggawarsita juga menjelaskan tentang ajaran untuk selalu berikhtiar kepada Allah walau dalam keadaan apapun karena Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum orang itu berusaha mengubah nasibnya sendiri. Dan selalu senantiasa memohon pertolongan Allah karena Allah akan mengabulkan semua permohonan dari umatnya.
·         Serat Wulangreh berisi tentang aturan bertingkah laku. Tingkah laku dalam hal pergaulan, menghadapi raja atau melaksanakan tugas di Istana,  tingkah laku hidup di dunia, tingkah laku putra raja terhadap bawahannya. Dalam serat ini juga di jelaskan bahwa sumber ilmu sejati adalah Al-qur’an.

IV.             PENUTUP
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khasanah keilmuan dan bermanfaat bagi kita semua. Dalam pembuatan makalah pasti ada kekurangan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Dojosantosa.1989. Unsur Religius dalam Sastra Jawa. Semarang: Aneka Ilmu.
Prabowo, Dhanu Priyo.2003. Pengaruh Islam dalam Karya-karya Ranggawarsita. Yogyakarta: Narasi.
Al-qur’an.
Suwondo, Tirto.1994. Nilai-nilai Budaya Susastra Jawa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kanjeng Susuhanan Pakubuana IV. Serat Wulangreh. Semarang: Dahara Prize.






[1] Dojosantosa. 1989. Unsur Religius dalam Sastra Jawa. Semarang: Aneka Ilmu, hal. 51

[2] Dhanu Priyo Prabowo. 2003. Pengaruh Islam dalam Karya-karya Ranggawarsita. Yogyakarta: Narasi, hal 98-    99
[3] Ibid, hal 100
[4] Al-qur’an
[5] Tirto Suwondo. 1994. Nilai-nilai Budaya Susastra Jawa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hal 73
[6] Kanjeng Susuhanan Pakubuana IV Surakarta Hadiningrat. Serat Wulangreh. Dahara Prize, hal 10
[7] Op Cit, hal 77

Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan Agama



FILSAFAT, ILMU PENGETAHUAN DAN AGAMA

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Pengantar Filsafat
Dosen Pengampu: Komarudin, M. Ag



  





Disusun Oleh :

Lestri Nurratu                       ( 111111038 )



FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012


I.                   PENDAHULUAN
Ada yang mengatakan bahwa antara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama memiliki hubungan.  Baik filsafat, ilmu pengetahuan dan agama mempunyai tujuan yang sama yaitu memperoleh kebenaran. Manusia selalu mencari sebab-sebab dari setiap kejadian yang disaksikannya. Dia tidak pernah menganggap bahwa sesuatu mungkin terwujud dengan sendirinya secara kebetulan saja, tanpa sebab.
Hasrat ingin tahu dan ketertarikan yang bersifat instinktif terhadap sebab-sebab ini memaksa kita menyelidiki bagaimana benda-benda di alam ini muncul, dan menyelidiki ketertibannya yang mengagumkan. Kita dipaksa untuk bertanya “ Apakah alam semesta ini, dengan seluruh bagiannya yang saling berkaitan yang benar-benar membentuk satu kesatuan sistem yang besar itu, terwujud dengan sendirinya, ataukah ia memperoleh wujudnya dari sesuatu yang lain?”
Dalam makalah ini penulis berusaha mencoba menjelaskan secara sederhana mengenai filsafat, ilmu pengetahuan dan agama. Dimana dalam makalah ini penulis berusaha memecahkan dua masalah tentang kedudukan filsafat, ilmu pengetahuan dan agama serta bagaimana relasi antara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama.

II.                RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana Kedudukan Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan Agama ?
2.      Bagaimana Relasi antara Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan Agama ?
III.             PEMBAHASAN
1.      Kedudukan Ilmu, Filsafat, dan Agama
a.       Filsafat
Secara etimologis (asal-usul kata) filsafat berasal dari kata yunani philia (=love, cinta) dan sophia (=wisdom, kebijaksanaan). Jadi ditinjau dari pada arti etimologis istilah ini berarti cinta pada kebjaksanaan.[1]
Pengertian filsafat secara garis besar adalah ilmu yang mendasari suatu kosep berfikir manusia dengan sungguh-sungguh untuk menemukan suatu kebenaran yang kemudian dijadikan sebagai pandangan hidupnya. Sedangkan secara khusus filsafat adalah suatu sikap atau tindakan yang lahir dari kesadaran dan kedewasaan seseorang dalam memikiran segala sesuatu secara mendalam dengan melihat semuanya dari berbagai sudut pandang dan korelasinya.
b.      Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman yang disusun dalam satu system untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang sedang dipelajari.[2]
Dengan demikian ilmu pengetahuan dapat dikatakan sebagai pengetahuan yang ilmiah. Pengetahuan yang telah disusun secara sistematis untuk memperoleh suatu kebenaran. Ilmu pengetahuan merupakan ilmu pasti. eksak, terorganisir, dan riil.
c.       Agama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.[3]

Baik ilmu, filsafat maupun agama bertujuan (sekurang-kurangnya berurusan dengan satu hal yang sama), yaitu kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenarantentang alam dan manusia Filsafat dengan wataknya sendiri pula menghampiri kebenaran, baik tentang alam, manusia dan Tuhan. Demikian pula dengan agama, dengan karakteristiknya pula memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia tentang alam, manusia dan Tuhan.[4]
Walau demikian baik ilmu, filsafat, maupun agama juga mempunyai hubungan lain. Yaitu ketiganya dapat digunakan untuk memecahkan masalah pada manusia. Karena setiap masalah yang di hadapi hadapi oleh manusia sangat bermcam-macam. Ada persoalan yang tidak dapat diselesaikan dengan agama seperti contohnya cara kerja mesin yang dapat dipecahkan oleh ilmu pengetahuan.

2.      Relasi dan Relevansi Antara Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan Agama
1.      Jalinan Filsafat dan Agama
Terdapat beberapa asumsi terkait dengan jalinan filsafat dengan agama. Asumsi tersebu didasarkan pada anggapan manusia sebagai makhluk social. Saifullah memberikan ikhtisar dalam bagan yang lebih terperinci mengenai perbandingan jalinan agama dan filsafat.

Table perbandingan antara agama dan filsafat
Agama
Filsafat
a.      Agama adalah unsur mutlak dan sumber kebudayaan.
b.    Agama adalah ciptaan Tuhan.

c.    Agama adalah sumber-sumber asumsi dari filsafat dan ilmu pengetahuan (science).
d.   Agama mendahulukan kepercayan dari pada pemikiran.

e.    Agama mempercayai akan adanya kebenaran dan khayalan dogma-dogma agama.
a.       Filsafat adalah salah satu unsure kebudayaan.
b.      Filsafat adalah hasil spekulasi manusia.
c.       Filsafat menguji asumsi-asumsi science, dan science mulai dari asumsi tertentu.
d.      Filsafat mempercayakan sepenuhnya kekuatan daya pemikiran.
e.       Filsafat tidak mengakui dogma-dogma agama sebagai kenyataan tentang kebenaran.

Dengan demikian terlihat bahwa peran agama dalam meluruskan filsafat yang spekulatif terhadap kebenaran mutlak yang terdapat dalam agama. Sedangkan peran filsafat terhadap agama adalah membantu keyakinan manusia terhadap kebenaran mutlak itu dengan pemikiran yang kritis dan logis.[5]

2.      Jalinan Filsafat dan Ilmu
Antara filsafat dan ilmu mempunyai persamaan, dalam hal bahwa keduanya merupakan hasil ciptaan kegiatan pikiran manusia, yaitu berfikir filosofis, spkulatif dan empiris ilmiah. Namun ke-eksakan pengetahuan filsafat tidak mungkin diuji seperti pengetahuan ilmu. Yang pertama tersusun dari hasil riset dan eksperimen antara ilmu dan filsafat juga mempunyai perbedaan, terutama untuk filsafat menuntukan tujuan hidup sedangkan ilmu menentukan sarana untuk hidup. Filsafat disebut sebagai induk dari ilmu pengetahuan. Hal ini didasarkan pada perbedaan berikut ini
1.      Mengenai lapangan pembahasan
2.      Mengenai tujuannya
3.      Mengenai cara pembahasannya
4.      Mengenai kesimpulannya
a.       Persamaan
Antara ilmu, filsafat dan agama ketiganya mempunyai tujuan yang sama yaitu memperoleh kebenaran. Walaupun dalam mencari kebenaran tersebut baik ilmu, filsafat maupun agama mempunyai caranya sendiri-sendiri.
Ilmu dengan metodenya mencari kebenaran tentang alam, termasuk manusia dan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Filsafat dengan wataknya menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun manusia yang tidak dapat dijawab oleh ilmu. Sedangkan agama dengan kepribadiannya memberikan persoalan atas segala persoalan yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam, manusia maupun tentang tuhan.[6]
b.      Perbedaan
Filsafat adalah induk pengetahuan, filsafat adalah teori tentang kebenaran. Filsafat mengedepankan rasionalitas, pondasi dari segala macam disiplin ilmu yang ada. Filsafat juga bisa diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menualangkan (mengelanakan atau mengembarakan) akal-budi secara radikal dan integral serta universal.
Agama lahir sebagai pedoman dan panduan. Agama lahir tidak didasari dengan riset, rasis atau uji coba. Melainkan lahir dari proses peciptaan zat yang berada diluar jangkauan manusia. Kebenaran agama bersifat mutlak, karena agama diturunkan Dzat yang maha besar, maha mutlak, dan maha sempurna yaitu Allah.
Ilmu pengetahuan adalah suatu hal yang dipelopori oleh akal sehat, ilmiah, empiris dan logis. Ilmu adalah cabang pengetahuan yang bekembang pesat dari waktu kewaktu. Segala sesuatu yang berawal dari pemikiran logis dengan aksi yang ilmiah serta dapat dipertanggung jawabkan dengan bukti yang konkret.
Ilmu dan filsafat, kedua-duanya dimulai dengan sikap sangsi atau tidak percaya. Sedangkan agama dimulai dengan sikap percaya dan iman.[7]
c.       Titik Singgung
Baik ilmu, filsafat, dan agama ketiganya saling melengkapi. Karena tidak semua masalah yang ada didunia ini dapat diselesaikan oleh ilmu. Karena ilmu terbatas, terbatas oleh subjeknya, oleh objeknya maupun metodologinya. Sehingga masalah tersebut diselesaikan oleh filsafat karena filsafat bersifat spekulatif dan juga alternative.
Agama memberi jawaban tentang banyak soal asasi yang sama sekali tidak terjawab oleh ilmu, yang dipertanyakan namun tidak terjawab bulat oleh filsafat. Namun ada juga masalah yang tidak dapat dijawab oleh agama melain kan dijawab oleh ilmu.





IV.             KESIMPULAN
Secara etimologis (asal-usul kata) filsafat berasal dari kata yunani philia (=love, cinta) dan sophia (=wisdom, kebijaksanaan). Jadi ditinjau dari pada arti etimologis istilah ini berarti cinta pada kebjaksanaan.
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman yang disusun dalam satu system untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang sedang dipelajari.
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Baik ilmu, filsafat, maupun agama juga mempunyai hubungan lain. Yaitu ketiganya dapat digunakan untuk memecahkan masalah pada manusia. Karena setiap masalah yang di hadapi hadapi oleh manusia sangat bermcam-macam. Ada persoalan yang tidak dapat diselesaikan dengan agama seperti contohnya cara kerja mesin yang dapat dipecahkan oleh ilmu pengetahuan. Ilmu dan filsafat, kedua-duanya dimulai dengan sikap sangsi atau tidak percaya. Sedangkan agama dimulai dengan sikap percaya dan iman.
V.                PENUTUP
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khasanah keilmuan dan bermanfaat bagi kita semua. Dalam pembuatan makalah pasti ada kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan makalah selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. Filsafat Barat. 2011. Jakarta: Rajawali Pers
Anshari, Endang Saifuddin. Ilmu, Filsafat, dan Agama. 1979. Jakarta: Bulan Bintang
Susanto, A. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi. 2011. Jakarta: PT Bumi Aksara



[1] Zainal Abidin, Filsafat Barat, 2011, Jakarta: Rajawali Pers, hal 9
[2] Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat, dan Agama, 1979, Jakarta: Bulan Bintang, hal: 15
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Agama
[4] Op. cit, Endang Saifuddin Anshari, hal: 59
[5] A. Susanto, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi, 2011, Jakarta: PT Bumi Aksara, hal 127
[6] ibid, hal 128
[7] Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat, dan Agama, 1979, Jakarta: Bulan Bintang, hal: 60